Sabtu, 20 November 2021

[REVIEW] Fatal Frame: Maiden of Black Water—Nostalgia Seram Ikonis

[REVIEW] Fatal Frame: Maiden of Black Water—Nostalgia Seram Ikonis

PASTORBFMC - Apa yang tebersit dalam benakmu pada saat dengar games dengan judul Fatal Frame? Tentunya, aura kenangan selekasnya datang dalam bayang-bayang kita. Ya, Fatal Frame merupakan sebuah waralaba punya KOEI TECMO yang telah exist semenjak 2001 lewat PS2. Penulis masih ingat ketika dahulu memainkan dan games itu dapat datang cukup berlainan dibanding banyak games seram yang lain.

Nach, pada 28 Oktober 2021 lalu, KOEI TECMO kembali melaunching waralaba terbaru yang dengan judul Fatal Frame: Maiden of Black Water. Sebenarnya, games ini telah terlebih dahulu ditawarkan pada 2014 untuk konsol Wii U. Tetapi, pada akhirnya seri seram ini di-launching secara multiplatform untuk Windows (PC) dan konsol terkini PS5 dan Xbox Seri X.

Penulis sendiri berpeluang coba memainkan di PC sepanjang beberapa saat. Bagaimana kesan-kesan dan ulasan penulis pada Fatal Frame: Maiden of Black Water? Yok, baca artikel ini!


1. Punyai cerita yang cukup unik dan sedikit memusingkan

Fatal Frame memang rekat dengan cerita seram yang lamban dan mencekam, berlainan dengan games seram, jenis Resident Evil, Alone in the Dark, Silent Hill, atau Alan Wake yang mengikutsertakan beragam jenis kekerasan untuk melumpuhkan lawan-lawan kita. Dalam Fatal Frame, kita cuman akan dipersenjatai dengan camera obscura untuk menantang balik intimidasi hantu yang ada.

Nach, ini kali, developer menyengaja menyuntikkan plot dan cerita yang unik. Bagaimana tujuannya? Bukannya datang pada jalan narasi yang linear, Fatal Frame: Maiden of Black Water malah punyai ide percabangan di jalur ceritanya. Kita akan memperoleh semua premis dalam games lewat tiga sudut pandang yang lain, yaitu melalui penjelajahan Yuri Kozukata, Miu Hinasaki, dan Ren Hojo.

Gunung Hikami sebagai tempat fiktif untuk background dalam games ini terlihat misteri. Menurut ceritanya, pegunungan itu telah lama jadi zone untuk ritus bunuh diri dan contact religius—mungkin serupa dengan seperti pesugihan. Developer masukkan cerita dari 3 watak yang lain untuk memperoleh sebuah rangkuman yang benar.

Yuri ialah watak khusus yang punyai kekuatan sebagai mediator di antara dunia riil dan alam gaib. Lantas, Miu sendiri sebagai anak dari protagonis khusus namanya Miku Hinasaki yang dahulunya jadi protagonis khusus di Fatal Frame pertama. Paling akhir, ada watak namanya Ren yang mempunyai background sebagai penulis. Well, apa pengutaraan premis dan cerita jenis ini tidak memusingkan?

Jujur penulis mengakui jika pengutaraan plot jenis ini bisa mengundang ketidaktahuan, bahkan juga rasa jemu. Mengapa? Itu karena ada beberapa nama dan kejadian yang sama-sama berkaitan dan tidak semua pernah dikenali oleh gamer. Apa lagi, sebagian besar kejadian atau peristiwa yang sama-sama berkaitan itu cuman dapat dibaca lewat jurnal atau artikel. Cukup repot dan buat pusing, kan?

Namun, tidak berarti games ini punyai plot yang jelek. Bila dapat ikutinya dari sejak awalnya secara perlahan-lahan dan sanggup mengolah semua jurnal yang ada, kamu tentu secara cepat pahami apa yang dikatakan oleh developer . Maka, belajarlah berpikir out of the box dalam games ini karena di sanalah point khusus yang hendak dikatakan oleh si pengembang.


2. Awalannya mencekam, semakin lama menjemukan

Apa yang didatangkan dalam Fatal Frame: Maiden of Black Water cukup sama dengan beberapa seri awalnya. Pada dasarnya, gamer akan menyelesaikan visi tertentu dan hadapi arwah atau hantu yang keberadaannya dapat membuat jantung berdetak kuat. Sayang, semua komponen yang ada ini kali cuman membekas di awal mula permainan.

Penulis sendiri sebagai gamer pecinta seram, dari sisi RPG dan taktik. Bila kamu ialah orang yang pertama kalinya mainkan games ini, kemungkinan situasi menakutkan akan selekasnya kamu peroleh secara intensif dan riil. Tetapi, untuk kamu yang telah mainkan seri Fatal Frame awalnya, cerita terbaru ini malah semakin cemplang karena banyak sekali ide repetitif yang diperlihatkan.

Keputusan developer untuk melaunching games ini di Wii U kelihatannya jadi sebuah blunder. Bukannya memperoleh pembahasan positif karena proses kontrol dalam konsol Wii U, games ini malah dilalaikan demikian saja oleh fans di luaran sana. Itu penyebabnya, developer kembali coba keberuntungan dengan melaunchingnya ke media multiplatform.

5 BUKTI MINECRAFT 'THE WILD UP-DATE', BIOMA DAN MOB BARU

[REVIEW] PATHFINDER: WRATH OF THE RIGHTEOUS—CIPTAKAN JALANMU SENDIRI 

Dalam games ini, kita akan selalu bawa camera untuk memfoto sekalian memukul mundur hantu-hantu yang mengusik. Antiknya, kita dapat melakukan modifikasi camera dengan beragam jenis lensa yang tentu saja akan berbuntut pada angka damage yang dibuat. Di luar proses bermainnya yang intensif dan menjadi legenda, ada dua hal khusus sebagai batu sandungan untuk penulis.

Pertama, ada beberapa tempat yang serupa dan harus didatangi oleh masing-masing watak. Sudah pasti ini benar-benar menjemukan walau memang berkesan wajib buat lengkapi plot khusus. Ke-2 , banyak sekali hantu yang dapat kita berondong dengan bidikan camera membuat aura menakutkan jadi lenyap sama sekalipun. Games ini sepintas justru terlihat seperti games tindakan yang menghajar zombi arwah.

Pada umumnya, Fatal Frame: Maiden of Black Water tidak tawarkan hal yang betul-batul baru. Kamu dapat memainkan untuk maksud bernostalgia dengan seri Fatal Frame pada zaman 2000-an. Bila tidak menyenangi plot memusingkan dan gameplay repetitif, kelihatannya kamu pasti akan tidak sukai dengan games ini.


3. Kualitas visual biasa-biasa saja

Kualitas visual biasa-biasa saja

Pasti ada kenaikan perform visual dibandingkan versus Wii U-nya. Tetapi, di mata penulis, segala hal yang terkait dengan grafis dalam games ini terlihat biasa-biasa saja. Beritanya, versus PS5 dan Xbox Seri X tampilkan grafis yang dipandang standard. Walau sebenarnya, games ini sanggup berpotensi untuk mengoptimalkan hardware ke-2 konsol hebat itu.

Penampilan terburuk ada di deskripsi dari setiap arwah atau hantu. Kemunculan mereka sepintas sama dengan penampilan visual di games konsol PS3 atau Xbox 360. Untungnya, design watak yang didatangkan oleh KOEI TECMO cukup beri kesegaran mata. Yap, sejak dahulu, mereka memang populer jago dalam soal design watak yang imut dan menganakemaskan mata gamer.

Untuk kamu yang inginkan hal baru, games ini diperlengkapi dengan opsi baju yang termasuk sensual. Dengan penampilan baju yang lumayan minimalis, pasti sensualitas watak akan semakin kelihatan pada saat keadaan hujan atau basah. So, terang jika games ini dibikin untuk pemain dewasa yang cukup usia.


4. Audio kurang cukup mencekam

Penulis menyengaja mainkan Fatal Frame: Maiden of Black Water ketika larut malam memakai earphone dan pada keadaan gelap. Hasilnya? Tidak ada seram-seramnya sama sekalipun. Pada awal permainan memang kita akan disuguhi dengan tindakan dan audio yang cukup mencekam. Tetapi, makin lama, elemen menakutkan itu jadi cemplang karena terpindah dengan proses yang demikian repetitif.

Ini diperburuk dengan kualitas audionya yang termasuk standard. Memang, sich, situasi seram bisa didapat. Namun, ada beberapa suara yang malah kedengar melembek. Semakin banyak hantu yang diperlihatkan pada sebuah episode, semakin cemplang juga hati kita dalam memainkan. Penulis mengetahui jika ini kemungkinan benar-benar memiliki sifat relatif. Tetapi, mainkan Fatal Frame di tengah-tengah malam dan tidak berasa horor? Tentu ada suatu hal yang keliru.


5. Kenangan dengan games seram ikonis

Games ini datang sebagai pendamping kenangan kita dengan games seram ikonis garapan KOEI TECMO. Sayang, bukannya ada dengan komponen baru, proses yang datang malah berkesan repetitif, belum juga bila ikuti semua plotnya yang berkesan berbelit-belit dan susah untuk dimengerti.

Pada umumnya, seri Fatal Frame ini kali kemungkinan lebih melipur daripada beberapa seri awalnya. Masalahnya developer masukkan pilihan sensualitas yang dapat kita tentukan untuk beri kesegaran permainan. Ini diperkokoh dengan penampilan watak yang paling detil bila dibanding dengan deskripsi lingkungan dan beberapa hantu yang ada.

Score 3/5 ialah nilai akhir yang dapat penulis beri untuk Fatal Frame: Maiden of Black Water. Bila inginkan nuansa yang benar-benar menakutkan dan mengerikan, kelihatannya games ini masih tidak dapat melakukan secara baik. Tetapi, jika cuman ingin bernostalgia dengan games seram yang ikonis, kamu dapat membeli di Steam dengan harga Rp580 ribu.

Baca juga : [REVIEW] GUARDIANS OF THE GALAXY—TAMPIL BAGUS DAN IMPRESIF


0 Comments to “[REVIEW] Fatal Frame: Maiden of Black Water—Nostalgia Seram Ikonis”

Posting Komentar