Sabtu, 20 November 2021

[REVIEW] Fatal Frame: Maiden of Black Water—Nostalgia Seram Ikonis

[REVIEW] Fatal Frame: Maiden of Black Water—Nostalgia Seram Ikonis

PASTORBFMC - Apa yang tebersit dalam benakmu pada saat dengar games dengan judul Fatal Frame? Tentunya, aura kenangan selekasnya datang dalam bayang-bayang kita. Ya, Fatal Frame merupakan sebuah waralaba punya KOEI TECMO yang telah exist semenjak 2001 lewat PS2. Penulis masih ingat ketika dahulu memainkan dan games itu dapat datang cukup berlainan dibanding banyak games seram yang lain.

Nach, pada 28 Oktober 2021 lalu, KOEI TECMO kembali melaunching waralaba terbaru yang dengan judul Fatal Frame: Maiden of Black Water. Sebenarnya, games ini telah terlebih dahulu ditawarkan pada 2014 untuk konsol Wii U. Tetapi, pada akhirnya seri seram ini di-launching secara multiplatform untuk Windows (PC) dan konsol terkini PS5 dan Xbox Seri X.

Penulis sendiri berpeluang coba memainkan di PC sepanjang beberapa saat. Bagaimana kesan-kesan dan ulasan penulis pada Fatal Frame: Maiden of Black Water? Yok, baca artikel ini!


1. Punyai cerita yang cukup unik dan sedikit memusingkan

Fatal Frame memang rekat dengan cerita seram yang lamban dan mencekam, berlainan dengan games seram, jenis Resident Evil, Alone in the Dark, Silent Hill, atau Alan Wake yang mengikutsertakan beragam jenis kekerasan untuk melumpuhkan lawan-lawan kita. Dalam Fatal Frame, kita cuman akan dipersenjatai dengan camera obscura untuk menantang balik intimidasi hantu yang ada.

Nach, ini kali, developer menyengaja menyuntikkan plot dan cerita yang unik. Bagaimana tujuannya? Bukannya datang pada jalan narasi yang linear, Fatal Frame: Maiden of Black Water malah punyai ide percabangan di jalur ceritanya. Kita akan memperoleh semua premis dalam games lewat tiga sudut pandang yang lain, yaitu melalui penjelajahan Yuri Kozukata, Miu Hinasaki, dan Ren Hojo.

Gunung Hikami sebagai tempat fiktif untuk background dalam games ini terlihat misteri. Menurut ceritanya, pegunungan itu telah lama jadi zone untuk ritus bunuh diri dan contact religius—mungkin serupa dengan seperti pesugihan. Developer masukkan cerita dari 3 watak yang lain untuk memperoleh sebuah rangkuman yang benar.

Yuri ialah watak khusus yang punyai kekuatan sebagai mediator di antara dunia riil dan alam gaib. Lantas, Miu sendiri sebagai anak dari protagonis khusus namanya Miku Hinasaki yang dahulunya jadi protagonis khusus di Fatal Frame pertama. Paling akhir, ada watak namanya Ren yang mempunyai background sebagai penulis. Well, apa pengutaraan premis dan cerita jenis ini tidak memusingkan?

Jujur penulis mengakui jika pengutaraan plot jenis ini bisa mengundang ketidaktahuan, bahkan juga rasa jemu. Mengapa? Itu karena ada beberapa nama dan kejadian yang sama-sama berkaitan dan tidak semua pernah dikenali oleh gamer. Apa lagi, sebagian besar kejadian atau peristiwa yang sama-sama berkaitan itu cuman dapat dibaca lewat jurnal atau artikel. Cukup repot dan buat pusing, kan?

Namun, tidak berarti games ini punyai plot yang jelek. Bila dapat ikutinya dari sejak awalnya secara perlahan-lahan dan sanggup mengolah semua jurnal yang ada, kamu tentu secara cepat pahami apa yang dikatakan oleh developer . Maka, belajarlah berpikir out of the box dalam games ini karena di sanalah point khusus yang hendak dikatakan oleh si pengembang.


2. Awalannya mencekam, semakin lama menjemukan

Apa yang didatangkan dalam Fatal Frame: Maiden of Black Water cukup sama dengan beberapa seri awalnya. Pada dasarnya, gamer akan menyelesaikan visi tertentu dan hadapi arwah atau hantu yang keberadaannya dapat membuat jantung berdetak kuat. Sayang, semua komponen yang ada ini kali cuman membekas di awal mula permainan.

Penulis sendiri sebagai gamer pecinta seram, dari sisi RPG dan taktik. Bila kamu ialah orang yang pertama kalinya mainkan games ini, kemungkinan situasi menakutkan akan selekasnya kamu peroleh secara intensif dan riil. Tetapi, untuk kamu yang telah mainkan seri Fatal Frame awalnya, cerita terbaru ini malah semakin cemplang karena banyak sekali ide repetitif yang diperlihatkan.

Keputusan developer untuk melaunching games ini di Wii U kelihatannya jadi sebuah blunder. Bukannya memperoleh pembahasan positif karena proses kontrol dalam konsol Wii U, games ini malah dilalaikan demikian saja oleh fans di luaran sana. Itu penyebabnya, developer kembali coba keberuntungan dengan melaunchingnya ke media multiplatform.

5 BUKTI MINECRAFT 'THE WILD UP-DATE', BIOMA DAN MOB BARU

[REVIEW] PATHFINDER: WRATH OF THE RIGHTEOUS—CIPTAKAN JALANMU SENDIRI 

Dalam games ini, kita akan selalu bawa camera untuk memfoto sekalian memukul mundur hantu-hantu yang mengusik. Antiknya, kita dapat melakukan modifikasi camera dengan beragam jenis lensa yang tentu saja akan berbuntut pada angka damage yang dibuat. Di luar proses bermainnya yang intensif dan menjadi legenda, ada dua hal khusus sebagai batu sandungan untuk penulis.

Pertama, ada beberapa tempat yang serupa dan harus didatangi oleh masing-masing watak. Sudah pasti ini benar-benar menjemukan walau memang berkesan wajib buat lengkapi plot khusus. Ke-2 , banyak sekali hantu yang dapat kita berondong dengan bidikan camera membuat aura menakutkan jadi lenyap sama sekalipun. Games ini sepintas justru terlihat seperti games tindakan yang menghajar zombi arwah.

Pada umumnya, Fatal Frame: Maiden of Black Water tidak tawarkan hal yang betul-batul baru. Kamu dapat memainkan untuk maksud bernostalgia dengan seri Fatal Frame pada zaman 2000-an. Bila tidak menyenangi plot memusingkan dan gameplay repetitif, kelihatannya kamu pasti akan tidak sukai dengan games ini.


3. Kualitas visual biasa-biasa saja

Kualitas visual biasa-biasa saja

Pasti ada kenaikan perform visual dibandingkan versus Wii U-nya. Tetapi, di mata penulis, segala hal yang terkait dengan grafis dalam games ini terlihat biasa-biasa saja. Beritanya, versus PS5 dan Xbox Seri X tampilkan grafis yang dipandang standard. Walau sebenarnya, games ini sanggup berpotensi untuk mengoptimalkan hardware ke-2 konsol hebat itu.

Penampilan terburuk ada di deskripsi dari setiap arwah atau hantu. Kemunculan mereka sepintas sama dengan penampilan visual di games konsol PS3 atau Xbox 360. Untungnya, design watak yang didatangkan oleh KOEI TECMO cukup beri kesegaran mata. Yap, sejak dahulu, mereka memang populer jago dalam soal design watak yang imut dan menganakemaskan mata gamer.

Untuk kamu yang inginkan hal baru, games ini diperlengkapi dengan opsi baju yang termasuk sensual. Dengan penampilan baju yang lumayan minimalis, pasti sensualitas watak akan semakin kelihatan pada saat keadaan hujan atau basah. So, terang jika games ini dibikin untuk pemain dewasa yang cukup usia.


4. Audio kurang cukup mencekam

Penulis menyengaja mainkan Fatal Frame: Maiden of Black Water ketika larut malam memakai earphone dan pada keadaan gelap. Hasilnya? Tidak ada seram-seramnya sama sekalipun. Pada awal permainan memang kita akan disuguhi dengan tindakan dan audio yang cukup mencekam. Tetapi, makin lama, elemen menakutkan itu jadi cemplang karena terpindah dengan proses yang demikian repetitif.

Ini diperburuk dengan kualitas audionya yang termasuk standard. Memang, sich, situasi seram bisa didapat. Namun, ada beberapa suara yang malah kedengar melembek. Semakin banyak hantu yang diperlihatkan pada sebuah episode, semakin cemplang juga hati kita dalam memainkan. Penulis mengetahui jika ini kemungkinan benar-benar memiliki sifat relatif. Tetapi, mainkan Fatal Frame di tengah-tengah malam dan tidak berasa horor? Tentu ada suatu hal yang keliru.


5. Kenangan dengan games seram ikonis

Games ini datang sebagai pendamping kenangan kita dengan games seram ikonis garapan KOEI TECMO. Sayang, bukannya ada dengan komponen baru, proses yang datang malah berkesan repetitif, belum juga bila ikuti semua plotnya yang berkesan berbelit-belit dan susah untuk dimengerti.

Pada umumnya, seri Fatal Frame ini kali kemungkinan lebih melipur daripada beberapa seri awalnya. Masalahnya developer masukkan pilihan sensualitas yang dapat kita tentukan untuk beri kesegaran permainan. Ini diperkokoh dengan penampilan watak yang paling detil bila dibanding dengan deskripsi lingkungan dan beberapa hantu yang ada.

Score 3/5 ialah nilai akhir yang dapat penulis beri untuk Fatal Frame: Maiden of Black Water. Bila inginkan nuansa yang benar-benar menakutkan dan mengerikan, kelihatannya games ini masih tidak dapat melakukan secara baik. Tetapi, jika cuman ingin bernostalgia dengan games seram yang ikonis, kamu dapat membeli di Steam dengan harga Rp580 ribu.

Baca juga : [REVIEW] GUARDIANS OF THE GALAXY—TAMPIL BAGUS DAN IMPRESIF


Read more →

Selasa, 09 November 2021

[REVIEW] Guardians of the Galaxy—Tampil Bagus dan Impresif

[REVIEW] Guardians of the Galaxy—Tampil Bagus dan Impresif


PASTORBFMC - Guardians of the Galaxy ialah satu kelompok pahlawan superlebih—cocok dipandang pasukan bayaran—dalam semesta Marvel yang pekerjaannya jaga perdamaian antargalaksi. Untuk fans, cerita penjelajahan Star-Lord (Peter Quill) memang dirasakan benar-benar melipur dan menyenangkan untuk dituruti, apa lagi saat cerita mereka benar-benar terkait dengan The Avengers, satu kelompok pahlawan super perlindungan Bumi.


Nach, pada 26 Oktober 2021 lalu, Square Enix melaunching sebuah games dengan judul Marvel's Guardians of the Galaxy secara multiplatform. Ya, games garapan Eidos-Montréal ini bisa dimainkan untuk Windows (PC), PS4, PS5, Xbox One, dan Xbox Seri X. Disutradarai oleh Jean-Francois Sangkas dan Patrick Fortier, games ini sudah mendapatkan banyak animo pada awal peluncurannya.


Well, bagaimana ulasan penulis sesudah mainkan games ini? Seberapa jauh keasikan dan serunya yang didapat dalam waralaba Marvel ini? Yok, baca ulasan Marvel's Guardians of the Galaxy berikut ini.


1. Plot narasi yang fresh tanpa hilangkan originalitas

Premis dan plot khusus yang didatangkan dalam games ini termasuk fresh dan tidak mengopi mentah-mentah alur cerita dalam filmnya. Walau begitu, pengembang masih menjaga originalitas dari semua komponen yang ada pada Guardians of the Galaxy. Pada dasarnya, background dari games ini ambil cerita sekian tahun sesudah perang antarbintang yang tinggalkan banyak tapak jejak masif di semua galaksi.


Nach, seperti narasi dalam komik dan filmnya, kita akan mainkan satu kelompok pasukan namanya Peter Quill atau Star-Lord, Gamora, Rocket Raccoon, Groot, dan Drax. Tetapi, dalam games ini kali, barisan Guardians of the Galaxy telah komplet dan pemain dipandang tahu berkenaan background dari tiap-tiap watak yang ada. Diceritakan jika kita akan cari uang atau harta karun dari beberapa sisa peperangan galaksi di periode kemarin.


Salah satunya tipe harta karun yang dicari oleh Peter Quill ialah monster-monster sangat jarang yang menyebar di daerah Quarantine Zona. Bila visi mereka sukses, monster-monster itu dapat diuangkan atau dibeli oleh faksi yang mengumpulkan makhluk aneh. Sayang, bukanlah uang yang didapatkan, Peter Quill dan teman-teman justru harus bertemu dengan permasalahan baru di galaksi.


Yap, mereka ditempatkan pada sebuah masalah kompleks yang tersangkut mengenai ideologi misteri. Berdasar info yang mereka bisa, semuanya orang di galaksi dapat secara mudah ikuti ideologi itu, bahkan juga akan mempertaruhkan apa saja, terhitung nyawa. Premis jenis ini awalannya berkesan absurd.


Tetapi, sesudah memainkan, alur cerita jadi benar-benar menyenangkan untuk dituruti. Bukannya datang secara repetitif, kita malah akan disuguhi cerita penjelajahan Guardians of the Galaxy yang warna dan jauh dari kata jemu. Antiknya, untuk penulis individu, games ini lebih membahagiakan untuk dituruti daripada cerita asli dalam filmnya.


2. Benar-benar membekas walau tidak selebar yang dipikirkan

Kemungkinan yang jadi sedikit kekesalan untuk penulis ialah dunia yang dijajakan dalam games ini. Well, dalam Marvel's Guardians of the Galaxy, kita cuman akan menelusuri beberapa planet, bukannya semua galaksi. Ini sebenarnya cukup sayang karena semestinya, penjelajahan Peter Quill dan teman-teman dapat semakin luas kembali ingat ukuran file pada PS5 dan PC-nya berada di atas 80 GB.


Tetapi, berita baiknya, Eidos-Montreal tahu bagaimana hilangkan asumsi jelek itu. Penjelajahan dan cerita epik yang didapat tetap membekas, bahkan juga saat kamu telah menamatkan games ini. Walau seakan terjerat didalamnya, kita akan disuguhi banyak sekali panorama unik dan cantik dalam games ini. Ini sudah menunjukkan jika dunia linear tidak selama-lamanya menjemukan.


3. Proses gameplay yang membahagiakan


Apa yang diharap dari sebuah games bernama besar jenis Marvel's Guardians of the Galaxy? Ya, sudah pasti proses permainan yang asyik dan membahagiakan untuk ditempuh. Untungnya, games ini telah datang pada tingkat harapan itu. Memainkan di konsol PS5 sudah bawa kesenangan tertentu untuk penulis, apa lagi bila hadapi gerombolan lawan dalam capaian tembak.


Mainkan games ini justru membuat penulis lupa jika Guardians of the Galaxy masih jadi sisi dari semesta Marvel. Masalahnya penulis memperbandingkannya dengan games Marvel yang lain yang dahulu pernah penulis bahas, yaitu Marvel's Avengers: War for Wakanda. Terang jika penjelajahan Peter Quill masih semakin terasa impresif dibanding dengan games Marvel yang lain.


Watak yang kita gerakkan akan diambil dari pemikiran orang ke-3 . Beragam jenis kekuatan dan senjata dapat kita pakai di sini, satu diantaranya ialah pistol legendaris punya Star-Lord. Nach, anggota barisan lainnya, seperti Gamora, Rocket Raccoon, Drax, dan Groot bisa kita perintahkan untuk jalankan taktik tertentu walau tidak dapat digerakkan secara penuh seperti kita mainkan Peter Quill.

  • [REVIEW] INTO THE PIT—BEGITU GAMPANG DAN MENYENANGKAN
  • Antiknya, ada beberapa diskusi yang mempresentasikan sebuah jalinan di antara keputusan dan resiko yang ada. Dalam masalah ini, jalinan di antara anggota yang satu sama yang lain bisa dikuasai oleh keputusan dan keadaan yang kita buat. Begitupun dengan misi-misi tertentu, keputusan kita saat menentukan sebuah perlakuan akan mempengaruhi hasilnya.


    Untuk penulis, Marvel's Guardians of the Galaxy telah tampil sangatlah baik disebelah grafisnya. Dia bahkan juga sanggup melampaui games Marvel yang lain. Dalam PS5, setiap watak yang ada diperlihatkan dengan benar-benar detil dan polos. Mereka bergerak secara lentur dan ada banyak sekali atribut yang dilukiskan secara bagus oleh developer. Luar biasanya, formasi visual di saat in-game dibikin hampir sama dengan animasinya.


    Design dan detil dari lingkungan tidak lepas dari perhatian. Terang jika Eidos-Montreal tidak bermain-main dalam masalah ini. Tidak jadi masalah bila kamu cuman menelusuri dua atau tiga planet yang tidak demikian besar. Saat menyaksikan keelokan grafis didalamnya, kamu akan selekasnya lupakan begitu sempitnya dunia dalam Marvel's Guardians of the Galaxy.


    Formasi warna yang disuntikkan termasuk sangatlah baik. Dengan plot yang linear, kita bahkan juga akan kerap berdecak takjub pada saat menyaksikan Star-Lord membabat musuh-musuhnya dalam frame monitor 4K. Untuk pemakai PC, beritanya games ini akan minta detail yang lumayan tinggi, yaitu RAM 16 GB, processor sama dengan Intel i7-4790, dan GPU satu tingkat GeForce GTX 1660 Super. Adapun, kemampuan file-nya ada di range 90 GB.


    4. Audio tidak kalah mempesona

    Apa yang membuat penulis cukup kerasan mainkan games ini? Selainnya visual bagus, games Marvel ini kali mempunyai kualitas audio yang memikat. Dengarkan pembicaraan watak lewat earphone akan sama baiknya dengan memakai piranti audio lain. Nach, satu yang penulis sukai ialah bagaimana developer meningkatkan diskusi yang jauh dari kata garing dan jemu.


    Kamu akan dengar banyak diskusi dan itu tidak membuat telingamu kepanasan. Gurauan, langkah bergurau, dan pengutaraan dokumen sanggup kedengar kompak seperti beberapa film Hollywood. Lantas, bila dengarkan tindakan tembak tembak di antara Peter dengan beberapa lawannya, ada banyak sekali suara bagus yang memberikan dukungan. Dia dapat didatangkan dengan ramai, polos, tetapi tidak ada terlalu berlebih dalam telinga.


    Bagaimana dengan kualitas musikalnya? Sama bagusnya! Bahkan juga, musik telah menjadi satu diantara pendongkrak adrenalin saat Star-Lord berjibaku dengan pasukan lawan. Entahlah berperang di peternakan punya keluarga atau membabat lawan di planet aneh, semua kedengar epik dan nendang dalam telinga.


    Untuk penulis, musik yang disuntikkan oleh Eidos-Montreal dalam games ini termasuk brilian. Mengapa? Itu karena developer masukkan musik-musik punya group band fiksi namanya Star-Lord. Yap, sama seperti yang kita mengetahui, Peter Quill ambil nama Star-Lord dari sebuah group band yang dia sukai di saat masih ada di Bumi. Dalam kata lain, Eidos-Montreal membuat dan membuat sendiri musik-musik rock untuk group band fiktif itu. Kece, kan?


    5. Tampil dengan beberapa kelebihan dibandingkan games Marvel yang lain


    Harus dipertegas di sini jika penulis bukan fan atau fans dari Guardians of the Galaxy. Bahkan juga, dapat disebutkan jika penulis bukan fans Marvel keseluruhannya. Ini perlu dikatakan karena penulis harus memiliki sifat obyektif pada saat memberi ulasan sebuah games bernama besar—meskipun kadang hal tersebut memiliki sifat relatif dan sesuai dengan selera.


    Well, bagaimana dengan games ini? Keseluruhannya, dia tampil oke dan impresif. Plot yang menyenangkan untuk dituruti ditambah lagi proses gameplay yang membahagiakan jadi kombinasi yang nikmat dalam games ini. Belum juga segi visual dan audionya cakep, mempesona, dan dapat disebutkan terbaik bila dibanding dengan games Marvel yang lain.


    Namun, hal fundamental yang penulis rasakan sebagai kekurangan malah ada di ide penjelajahannya yang kurang luas. Ya, walau telah tampil bagus, penulis belum juga berasa senang dalam menelusuri beragam jenis lokasi yang ada. Ini karena sempitnya dunia yang perlu ditelusuri oleh Peter Quill.


    Maka bagaimana hasilnya? Penulis memberi score 4,5/5 untuk Marvel's Guardians of the Galaxy. Bila saja dunia yang dijajakan lebih luas, kemungkinan score prima akan diberi pada games yang dicatat oleh Mary DeMarle ini. So, jika sukai dengan penjelajahan yang tidak kuras waktu, games ini dapat kamu permainkan untuk isi akhir pekanmu!

    Baca Juga : MENYAKSIKAN SKENA ESPORTS INDONESIA TIMUR DARI MATA PANDORA CORP

    Read more →

    Kamis, 04 November 2021

    Menyaksikan Skena Esports Indonesia Timur dari Mata Pandora Corp

    Menyaksikan Skena Esports Indonesia Timur dari Mata Pandora Corp

    PASTORBFMC - Ekosistem esport di Sulawesi Selatan semakin berkembang. Team-team juga telah tercipta di bawah lindungan banyak siber kafe atau gaming house. Disamping itu, makin banyak kompetisi yang diadakan.

    Salah satunya yang turut jadi motor pendorong ialah Pandora Corp. yang mengepalai Pandora Siber Kafe. Mereka kembali menggelar kompetisi esport untuk kali ke-2 di tahun ini, dengan keseluruhan hadiah capai Rp15 juta. Gelaran bertema "GameZone" itu digelar pada 22 Oktober sampai Minggu (31/10/2021) di Atrium London Phinisi Poin.

    Ada empat games yang ditandingkan seperti Mobile Legends, Pokemon Unite, Free Fire dan Tekken 7. Seksi Umum Pandora Corp. Muhammad Fahreza Ibrahim menjelaskan, jumlah peserta kompetisi capai 400 orang, dengan bentang umur 9 sampai 20-an tahun.

    "Dari peserta semangatnya tinggi, mereka benar-benar suka karena ada acara ini. Keinginannya sama, besok-besok kami buat kembali dengan teratur," kata figur yang umum dipanggil Bob itu saat dijumpai PASTORBFMC, Minggu malam (1/11/2021).


    1.Pandora Corp. bernafsu membuat ekosistem esports

    Kompetisi seperti "GameZone" yang digodok menjadi salah satunya usaha Pandora Corp. dalam ajang esport Makassar. Menurut Bob, faksinya punyai program kerja lain untuk mendidik dan menjala kekuatan olahragawan pro. Misalnya yaitu jumpa wicara, pengiringan beberapa olahragawan sampai pembimbingan prestasi.


    Secara terang-terangan, dia mengaku jika skena esports di Indonesia Timur sangat ketinggalan bila dibanding dengan Pulau Jawa. Karena itu, pekerjaan membuat ekosistem dan membuat sejajar tidak segampang mengubah telapak tangan.

    "Di situ ekosistemnya mengagumkan, apa lagi di ibukota. Tidak usahlah kita team-team di Sulawesi muluk-muluk ingin samakan team-team di Jawa seperti RRQ dan sejenisnya dari sisi sponsorship dan jam terbang. Itu tidak kemungkinan mi," kata Bob.


    "Di sini saya tidak bicara mengenai value-nya tetapi mengenai kemiripan ekosistemnya. Itu yang ketinggalan di Indonesia Timur, dan kita merencanakan angkat supaya bisa sama dengan di Jawa," tambahnya.


    2. Stigma negatif orangtua pada games dan gamer sendiri dianggap masih menempel

    Tahun 2018 lalu, Pandora Corp. sempat juga melangsungkan kompetisi esports. Waktu itu mereka didukung usaha kulineran Kaesang Pangarep yaitu Si Pisang, dan membawa serta Celebes Gaming Community (Cegacom). Gelaran sama sempat dijadwalkan pada 2020, tetapi mau tak mau dibatalkan karena wabahk COVID-19.


    Tetapi dari periode 2018 sampai 2021, Bob mengaku permasalahan stigma negatif yang menempel pada gamer dari orangtua masih tetap ada. Ini sangat berlainan dengan keadaan di Jawa, di mana beberapa ayah dan ibu berlomba masukkan buah hatinya ke tim-tim gaming untuk mengoptimalkan kekuatan.


    "Argumennya, beberapa orangtua belum menyaksikan pembuktian jika terjun esports punyai tingkatan profesi," kata figur yang anggota Sektor Umum Esports Indonesia (ESI) Sulsel itu.


    "Anggaplah ESI membuat batas usia minimum jadi player yaitu 13 sampai 30 tahun. Umur 25 sampai 35, ia menjadi pelatih. Usia 30 ke atas menjadi manager karena perlu kematangan, karena tidak gampang jadi manager team esports," paparnya.

    Esports Indonesia

    3. Pandora Corp. mengharap visi panjang membuat skena esports dapat berbuah hasil

    Berbicara lebih jauh, stigma negatif orangtua di Indonesia Timur yang mencoba diganti oleh Pandora Corp. Bob mengaku ini juga yang membuat mereka susah menyaksikan deskripsi besar esports sebagai olahraga yang mempertajam kecakapan, psikis, pemikiran sampai fisik.


    "Ortu belikan anak konsol atau gawai, dan sesudahnya percuma. Walau sebenarnya bila anak dapat ditujukan dan dididik secara baik, apa lagi diikutkan ke team professional dan belajar disana, saya percaya anaknya dapat mempunyai potensi jadi olahragawan pro," ucapnya.


    "Karena itu sebagai loyalitas Pandora Corp. dalam membuat ekosistem, kami akan memberikan evaluasi ke orangtua apa segi positif esports lewat talkshow dan seminar. Untuk 'GameZone' ini kita telah kerjakan untuk pertama kali. Karena selainnya praktek, teorinya terang perlu," lanjut Bob.


    Lewat beragam program godokan mereka, Pandora Corp. mengharap menjadi pintu masuk dan arah anak-anak muda Indonesia Timur untuk masuk ke dunia esports.


    "Kami mengharap besar, supaya ekosistem yang dibuat dapat sukses. Tentu perlu waktu, dan usaha keras. Tetapi itu loyalitas kami dan akan kita perjuangkan," tandas Bob.

    Baca Juga : 5 BUKTI MINECRAFT 'THE WILD UP-DATE', BIOMA DAN MOB BARU



    Read more →